Perbedaan Istilah Tiongkok dan China: Sejarah dan Penggunaan di Indonesia

Asal-Usul Istilah Tiongkok dan China

Istilah "Tiongkok" dan "China" memiliki akar sejarah yang dalam, mencerminkan budaya dan pemikiran masyarakat yang menggunakannya. Istilah "Tiongkok" berasal dari dialek Hokkian, khususnya kata "tiong kok" (中國), yang secara harfiah berarti 'negara tengah'. Penggunaan istilah ini sudah ada sejak lebih dari 3.000 tahun yang lalu dan menjadi bagian integral dari identitas nasional dalam masyarakat Tiongkok. Konsep 'negara tengah' menggambarkan pandangan Tiongkok sebagai pusat peradaban, menegaskan posisinya dalam konteks geopolitik sejarah yang luas.

Sementara itu, istilah "China" memiliki asal-usul yang berbeda. Kata ini berasal dari bahasa Sanskerta 'cina', yang berarti 'daerah yang sangat jauh'. Penyebutan ini terkait erat dengan dinasti Qin, yang berkuasa pada abad ke-3 SM. Dinasti ini adalah salah satu yang pertama kali menyatukan Tiongkok di bawah kekuasaan satu pemerintahan. Nama "China" kemudian ditransmisikan melalui jalur perdagangan dan interaksi dengan para pelancong Barat, yang mulai mengenal wilayah ini sebagai suatu entitas politik.

Kedua istilah ini, meskipun merujuk kepada entitas geografis yang sama, mengekspresikan perspektif yang berbeda dari masyarakat yang menggunakannya. Dalam konteks modern, istilah “Tiongkok” lebih banyak digunakan dalam lingkup resmi dan oleh masyarakat Tiongkok sendiri. Di sisi lain, “China” lebih umum digunakan dalam komunikasi internasional dan merupakan istilah yang diakui secara global. Pemahaman asal-usul istilah ini memberikan wawasan berharga tentang persepsi identitas dan kultural yang terbentuk seiring dengan perkembangan sejarah. Sebagai bagian dari upaya memahami nomenklatur ini, penting untuk menghargai bagaimana kedua istilah tersebut membawa bobot sejarah dan makna tersendiri bagi penggunaannya.

Travel Bogor Pamenang

Penggunaan Istilah di Indonesia: Era Orde Baru

Selama era Orde Baru di Indonesia, penggunaan istilah untuk merujuk kepada etnis Tionghoa dan negara asal mereka mengalami perubahan signifikan. Pemerintah pada waktu itu secara resmi mengadopsi istilah 'cina' sebagai referensi tunggal untuk menyebut Tiongkok dan masyarakat Tionghoa. Istilah ini, yang ditemukan dalam banyak dokumen resmi, menjadi pemisah jelas antara identitas etnis Tionghoa dan masyarakat Indonesia secara umum.

Penerapan istilah 'cina' tidak hanya sekadar masalah bahasa, tetapi juga membawa dampak sosial dan politik yang cukup besar. Istilah ini sering kali dibebani dengan konotasi negatif, menciptakan stigma yang dirasakan oleh banyak individu dalam komunitas Tionghoa. Stigma ini tercermin dalam interaksi sehari-hari, di mana orang Tionghoa kerap dipandang sebagai ‘kaum perantau’, berbeda dari mayoritas penduduk Indonesia. Hal ini berujung pada berbagai bentuk diskriminasi dan marginalisasi dalam kehidupan publik dan politik.

Lebih lanjut, kebijakan ini berdampak pada hubungan antara kelompok etnis di Indonesia dan memperburuk ketegangan sosial. Penyebutan 'cina' mengukuhkan posisi dominasi suatu kelompok atas yang lain, memperburuk keretakan hubungan antaretnis. Pelarangan penggunaan istilah Tiongkok oleh pemerintah Orde Baru menciptakan kesan bahwa identitas Tionghoa, yang seharusnya menjadi bagian dari keragaman Indonesia, harus dikuburkan demi kesatuan nasional. Dalam konteks ini, bentuk penyebutan yang dipilih oleh pemerintah tidak hanya mencerminkan pandangan politik, tetapi juga memperparah masalah sosial yang ada.

Kebijakan ini berlanjut hingga akhir era Orde Baru, meninggalkan jejak yang mendalam terhadap cara pandang masyarakat Indonesia terhadap kelompok Tionghoa. Sehingga, saat membahas perbedaan istilah Tiongkok dan China, penting untuk mempertimbangkan bagaimana konteks sejarah tersebut membentuk persepsi hingga saat ini.

Penggunaan Istilah di Indonesia: Era Reformasi

Setelah berakhirnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, masyarakat Indonesia memasuki fase reformasi yang menandai perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam penggunaan istilah yang berkaitan dengan Tiongkok dan etnis Tionghoa. Pada masa Orde Baru, penggunaan istilah 'China' sering disertai dengan stigma negatif yang berkaitan dengan sentimen anti-Tionghoa. Namun, dengan gelombang perubahan yang dibawa oleh reformasi, ada upaya untuk menghapus stigma tersebut dan memperbaiki hubungan antara masyarakat Indonesia dan komunitas Tionghoa.

Pada tahun 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan keputusan yang secara resmi mengubah istilah yang digunakan dalam dokumen pemerintah. Istilah 'Tiongkok' ditetapkan sebagai nama resmi untuk negara tersebut, sedangkan 'Tionghoa' digunakan untuk merujuk pada etnis Tionghoa di Indonesia. Perubahan ini merupakan langkah yang penting dalam pengakuan identitas serta penghormatan terhadap masyarakat keturunan Tionghoa, menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia berusaha menciptakan lingkungan yang lebih inklusif bagi semua kelompok masyarakat.

Perubahan ini tidak hanya berdampak pada kebijakan resmi, tetapi juga memengaruhi cara masyarakat umum berinteraksi dan berdialog mengenai isu-isu yang berkaitan dengan Tiongkok dan komunitas Tionghoa. Dengan memberikan ruang bagi penggunaan istilah 'Tiongkok' dan 'Tionghoa', masyarakat Indonesia diharapkan dapat membangun kesadaran yang lebih besar terhadap pentingnya keragaman budaya dan etnis. Hal ini menciptakan kesempatan untuk lebih memahami kontribusi yang telah diberikan oleh masyarakat Tionghoa di Indonesia selama berabad-abad, sekaligus menghilangkan prasangka yang negatif.

Travel Jakarta Semarang

Kesimpulan: Pentingnya Memahami Perbedaan Istilah

Pemahaman tentang perbedaan istilah 'Tiongkok' dan 'China' memiliki signifikansi yang mendalam, terutama dalam konteks sosial dan identitas budaya di Indonesia. Istilah 'Tiongkok' diakui secara resmi oleh pemerintah Indonesia sebagai upaya untuk memberikan penghormatan kepada sejarah dan identitas etnis Tionghoa. Sebaliknya, 'China' adalah istilah internasional yang lebih umum digunakan di berbagai belahan dunia, termasuk dalam lingkup masyarakat Indonesia. Perbedaan ini bukan hanya sekadar pilihan kata, tetapi mencerminkan sikap dan pengakuan terhadap warisan budaya serta sejarah panjang orang Tionghoa di tanah air.

Lebih jauh lagi, penggunaan istilah 'Tiongkok' dapat dilihat sebagai langkah penting dalam memperkuat identitas etnis Tionghoa yang ada di Indonesia. Dengan mengadopsi istilah ini, masyarakat diharapkan lebih menghargai kontribusi dan keunikan budaya Tionghoa yang bagian integral dari keragaman budaya bangsa. Sementara itu, istilah 'China' masih tetap relevan dalam konteks globalisasi, di mana komunikasi dan interaksi dengan dunia internasional sangat dibutuhkan.

Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat lebih menghargai konteks sejarah dan budaya yang melatarbelakangi istilah-istilah tersebut. Hal ini juga dapat mendorong rasa saling pengertian di antara berbagai kelompok etnis yang ada di Indonesia. Dalam konteks multikultural, penggunaan istilah 'Tiongkok' menjadi simbol pengakuan dan penghormatan terhadap keberadaan etnis Tionghoa, sekaligus mengajak kita untuk lebih terbuka dalam mempelajari dan merayakan keragaman yang ada.